WARTAMAMUA.ID. Palu– Puluhan mahasiswa asal Kabupaten Banggai menggelar aksi demonstrasi di Kota Palu, Senin (3/11/2025).
Mereka tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Sulawesi Tengah (FMPS) dan menuntut evaluasi terhadap kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto–Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, serta pemerintah daerah di Sulawesi Tengah, khususnya di Kabupaten Banggai.
Salah satu perwakilan massa aksi, Ahmed Hakim, yang juga dikenal sebagai aktivis dari Rasera Project, menyatakan bahwa pemerintahan Prabowo–Gibran perlu terus dievaluasi secara menyeluruh.
Ia juga menyoroti lemahnya kinerja Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid dan Bupati Banggai Amirudin Tamoreka yang dinilai belum memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Selama setahun pemerintahan Prabowo berjalan, belum ada perubahan yang benar-benar menyentuh kehidupan rakyat. Pemerintah pusat maupun daerah hanya sibuk dengan janji politik dan jargon, tanpa realisasi nyata,” tegas Ahmed.
Dalam aksinya, para mahasiswa juga menyoroti berbagai persoalan di sektor industri sumber daya alam, terutama keselamatan kerja di kawasan industri migas Blok Matindok, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, yang dikelola oleh PT Pertamina EP Matindok Field.
Ahmed menuding adanya praktik penutupan informasi terkait insiden kecelakaan kerja yang terjadi pada Agustus 2025 di area tersebut. Ia menyebut tindakan itu sebagai bentuk pelanggaran serius dan “kejahatan korporasi” yang tidak dapat ditoleransi.
“Kami mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian ESDM, serta Gubernur Sulawesi Tengah untuk memastikan industri migas di Batui berjalan dengan standar keselamatan yang tinggi. Tindakan PT Pertamina EP yang menutup-nutupi insiden kerja adalah pelanggaran serius dan mencoreng kredibilitas BUMN negara,” ujar Ahmed.
Berdasarkan dokumen internal yang diperoleh sejumlah media di Banggai, korban berinisial AP merupakan pekerja dari PT BBS, kontraktor kegiatan Maintenance Intervention Test (MIT) dan Pressure Test Line di area kerja Donggi Matindok.
Rangkaian pekerjaan berlangsung sejak 29 Agustus 2025 hingga dini hari 31 Agustus 2025. Saat tekanan gas mencapai 1.800 psig, sekitar pukul 05.15 WITA, terjadi ledakan keras di area Surface Test Line.
Setelah dilakukan evakuasi, satu pekerja diketahui tidak kembali. Korban ditemukan meninggal dunia di dekat pagar Cluster II, diduga akibat terpental oleh tekanan gas berlebih. Tim medis menyatakan korban meninggal sekitar pukul 06.00 WITA, dan jenazahnya dibawa ke RSUD Luwuk pada pukul 10.10 WITA.
Ahmed, yang juga mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Paramadina Jakarta, menegaskan bahwa kasus tersebut tidak hanya berkaitan dengan pelanggaran prosedur keselamatan kerja, tetapi juga menyangkut integritas korporasi dan hak publik untuk mengetahui kebenaran.
Ia mengingatkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 33 Tahun 2018, setiap insiden kerja yang menyebabkan korban jiwa wajib dilaporkan secara resmi dan terbuka untuk evaluasi nasional. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya upaya menutup-nutupi informasi oleh pihak perusahaan.
Lebih lanjut, Ahmed juga menyayangkan sikap Gubernur Sulawesi Tengah yang dinilai lepas tangan saat massa aksi mencoba menyampaikan aspirasi.
“Gubernur justru bersikap tidak tahu menahu dan menyerahkan tanggung jawab kepada pemerintah pusat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah pemerintah benar-benar berpihak pada masyarakat dan pekerja, atau justru tunduk pada kepentingan modal?” ujarnya.**
			





							

Discussion about this post